Kamis, 06 September 2007

Gambaran Singkat Rusunawa di Batam (Ringkasan Hasil Studi Pengelolaan Pembiayaan Rusunawa)


Dalam survey rusunawa di Batam, ada 6 lokasi rusunawa yang dijadikan obyek survey, yakni:

  • Rusunawa yang dikelola oleh Pemko Batam, berlokasi di Muka Kuning.
  • Rusunawa BIDA Kuning yang dikelola BIDA (Batam Industrial Development Authority), berlokasi di Muka Kuning.
  • Rusunawa BIDA Ampar yang dikelola BIDA (Batam Industrial Development Authority), berlokasi di Batu Ampar.
  • Rusunawa BIDA Sekupang, yang dikelola BIDA (Batam Industrial Development Authority), berlokasi di Sekupang.
  • Rusunawa yang dikelola Perumnas, berlokasi di Tanjung Piayu.
  • Rusunawa Bumi Lancang Kuning yang dikelola perusahaan kontraktor Jamsostek, berlokasi di Batu Ampar.

Kompleks Rusunawa Muka Kuning

Keenam rusunawa ini memang ditujukan untuk menampung para pekerja di beberapa kawasan industri yang ada di Pulau Batam. Namun selain keenam rusunawa tersebut, telah ada 2 twin blok rusunawa yang siap dioperasikan, yakni yang berada di kompleks rusunawa Muka Kuning dan kawasan rusunawa milik Perumnas. Kedua twin blok tersebut, konstruksinya dibangun oleh Menpera RI. Selain itu ada pula pula lokasi yang telah dipasang tiang pancang pondasi dan segera akan dibangunkan konstruksi untuk rusunawa, masing-masing berlokasi di kompleks rusunawa BIDA Sekupang dan di kompleks rusunawa Muka Kuning.

Meskipun keenam rusunawa yang telah beroperasi tersebut secara logika seharusnya semua rusunawa tersebut akan penuh tingkat huniannya mengingat perkembangan kawasan industri di Kota Batam, namun tampaknya hal tersebut tidaklah terbukti. Ternyata ada kawasan rusunawa yang sangat tinggi tingkat huniannya, bahkan sampai mempunyai waiting list peminat yang ingin menghuni rusun, seperti yang terjadi di rusunawa Muka Kuning. Sebaliknya, rusunawa yang lain hanya mempunyai tingkat hunian yang bervariasi antara 60% – 85% saja.

Adapun perbedaan tingkat hunian rusunawa tersebut dipengaruhi oleh beberapa faktor, diantaranya:

  • Lokasi rusunawa yang dekat dengan kawasan industri dan akses transportasi yang memadai.
  • Pola kerjasama pengelola rusunawa dengan perusahaan tertentu yang menempatkan pekerjanya secara kolektif di rusunawa tertentu.
  • Meningkatnya penawaran kepemilikan rumah horizontal dengan harga yang terjangkau melalui skim kredit perumahan.

Berikut ini adalah uraian singkat mengenai keenam rusunawa tersebut berdasarkan kondisi fisik bangunan, kondisi lingkungan dan fasilitas dan juga mekanisme pengelolaan dan pembiayaannya.

Kondisi Fisik Bangunan

Pada umumnya, rusunawa yang berada di Batam berumur tidak lebih lebih dari 10 tahun. Bahkan rusunawa di kompleks Muka Kuning (yang dikelola BIDA dan Pemko) dan BIDA Ampar serta BIDA Sekupang, konstruksinya masih kurang dari 5 tahun. Hanya rusunawa yang dikelola Perumnas yang berlokasi di Tanjung Piayu saja yang usia konstruksinya sudah lebih dari 10 tahun.

Dengan demikian, secara teknis, kondisi fisik bangunan rusunawa yang berada di Batam masih bisa dikatakan dalam keadaan baik. Namun secara kasat mata kondisi fasad arsitektur dari rusunawa tersebut cukup bervariasi. Misalnya jika dibandingkan antara 2 rusunawa di kompleks Muka Kuning yang dikelola Pemko dan BIDA.

Rusunawa BIDA Kuning

Rusunawa yang dikelola Pemko usianya 1 tahun lebih muda daripada gedung rusunawa BIDA Kuning blok A-E (sementara blok F-I mungkin justru lebih muda dari blok yang dikelola Pemko), namun secara fisik bangunan tampak perbedaan yang sangat kontras. Tingkat kebocoran pada sistem pemipaan saluran air (plumbing system) di rusunawa yang dikelola Pemko yang berusia lebih muda ternyata justru lebih buruk kondisinya dibandingkan dengan yang ada di rusunawa yang dikelola BIDA.


Sementara dari segi fasad arsitekturnya,rusunawa yang dikelola Pemko memang lebih unggul. Dengan usia bangunan yang tidak terlalu berbeda dengan blok A-E di rusunawa keloaan BIDA, ternyata kondisi cat tembok bangunan rusun keloaan Pemko masih jauh lebih baik daripada milik BIDA. Salah seorang staf teknisi dan perawatan rusunawa BIDA Kuning mengakui bahwa untuk blok A-E, pada awalnya mereka memang menggunakan cat dengan kualitas yang agak rendah. Namun ia menambahkan bahwa pengelola sedang mengupayakan pengecatan kembali dengan cat yang berkualitas lebih baik. Sejauh ini upaya pengecatan ulang tersebut baru dilakukan pada blok A dan setengah di blok B saja.

Kondisi fisik bangunan yang relatif buruk, memang sangat berkaitan usia konstruksi bangunannya. Hal ini terbukti dengan fakta yang ditemukan di rusunawa kelolaan Perumnas di Bumi Piayu. Bukan hanya konstruksi bangunannya yang telah terlihat tidak kokoh lagi, tetapi juga kondisi fasadnya pun sangat buruk. Bekas-bekas kebocoran di dinding serta langit-langit setiap lantai berbekas sangat nyata, dan menunjukkan lamanya penanganan untuk hal itu. Dengan demikian, wajar saja tingkat hunian rusunawa ini adalah yang terendah dibandingkan rusunawa yang lain.

Kondisi Lingkungan dan Fasilitas

Hal yang cukup menarik diuraikan lebih lanjut dari rusunawa yang berada di Batam adalah hubungan gaya arsitektur dan pola perilaku penghuni yang cukup beragam. Sebagaimana rusunawa di tempat lain, ada 2 model dalam penataletakan atau orientasi twin blok rusun yakni model muka saling berhadapan dengan koridor di bagian dalam twin blok dan model saling membelakangi dengan koridor berada dibagian luar twin blok.

Konsep twin blok sendiri menunjukkan bahwa ada dua bangunan yang identik dan terhubung dengan koridor per lantai yang berhubungan langsung dengan tangga. Artinya kedua gedung yang dikatakan twin blok tersebut bukan hanya berdiri berdampingan dan memiliki kesamaan bentuk semata, tetapi juga terhubung satu sama lain di setiap lantainya dengan menggunakan tangga bersama.

Rusunawa Perumnas

Namun demikian, konsep twin blok ini ternyata dipahami berbeda oleh kontraktor yang membangun konstruksi rusunawa milik Perumnas. Rusunawa milik Perumnas (tidak hanya di Batam, tetapi juga seperti yang ditemui di Waru Gunung, Surabaya) ternyata tidak menerapkan konsep twin blok dalam arti connecting floor. Masing-masing gedung memiliki tangga sendiri-sendiri, sehingga lantai 2 hingga 4 tidak terhubung sama sekali.

Sementara 5 rusunawa lain menggunakan tangga sebagai connecting point dalam twin blok. Bahkan di rusunawa Sekupang, ada 1 twin blok yang ukuran per unit-nya 36 m2, tidak hanya memiliki satu connecting point antar blok yang biasanya ada di tengah gedung, tetapi juga memiliki connecting point di setiap sisi luar antar blok. Sehingga setiap lantai memiliki koridor yang jika dilihat dari atas berbentuk angka 8 (twin blok dengan 1 connecting point yang berada di tengah, jika dilihat dari atas akan berbentuk huruf H).

Dari segi orientasinya, memang hanya rusunawa kelolaan Pemko dan milik Jamsostek saja yang model twin blok-nya saling berhadapan. Sementara rusunawa BIDA dan Perumnas, orientasi twin blok-nya saling membelakangi. Logikanya, jika twin bloknya saling berhadapan maka bagian belakang unit rusun akan menghadap keluar, dan akan membuat tampilan gedung secara keseluruhan menjadi buruk akibat jemuran penghuni dan sebagainya. Sebaliknya, twin blok yang saling membelakangi akan ‘menyembunyikan’ jemuran penghuni di bagian dalam twin blok.

Namun ternyata hal tersebut tidak sepenuhnya benar. Seperti misalnya rusunawa milik Jamsostek, meskipun orientasi twin bloknya saling berhadapan namun semua jemuran tetap harus berada di bagian dalam twin blok atau di depan unit hunian rusun, karena memang tidak ada tempat sama sekali di bagian belakang unit hunian rusun. Sebaliknya, di semua rusunawa BIDA dan Perumnas yang orientasinya saling membelakangi, ternyata jemuran penghuni justru menjadi ‘hiasan’ gedung dari kejauhan. Hal ini juga disebabkan karena tidak adanya tempat untuk menjemur di bagian belakang setiap unit hunian.

Dengan demikian, aspek kekumuhan dari suatu kawasan rusunawa bukanlah semata-mata dipengaruhi oleh perilaku penghuni semata. Namun juga dipengaruhi oleh fasilitas yang tersedia atau tidak tersedia di bangunan rusunawa tersebut. Kekumuhan dari suatu rusunawa dapat “disembunyikan” jika memang model dan fasilitas gedungnya memang direncanakan untuk itu.

Dari segi estetika, kondisi rusunawa yang terbaik adalah rusunawa milik Jamsostek. Bukan hanya dilengkapi dengan taman tanaman hias dan pohon-pohon rindang di lahan yang ada antar twin blok, tetapi juga penataan letak gedungnya tidak mengesankan rusun “murahan”. Secara fungsional, bahkan tersedia pula tempat duduk taman hampri disetiap pathway dan juga tersedianya fasilitas rumah baca bagi penghuni dan tamu rusunawa.

Taman asri di Rusunawa Bumi Lancang Kuning

Aspek estetika ini juga menjadi perhatian dari pengelola rusunawa BIDA Kuning. Jika sebelumnya pengelola telah terlanjur menyewakan sejumlah unit lantai 1 di blok E untuk fasilitas penyedia kebutuhan penghuni berupa kios makanan saji dan sembako, maka dalam waktu dekat ini fasilitas tersebut akan tersedia di tempat tersendiri. Pengelola mengakui bahwa inisiatif ini memang memakan biaya yang tidak sedikit. Tetapi dibandingkan dengan alasan kebersihan dan kenyamanan penghuni, maka biaya mahal tersebut menjadi tidak terlalu berarti.

Kontras dengan hal tersebut, rusunawa milik Perumnas tampaknya telah mengabaikan aspek estetika tersebut. Berdasarkan informasi dari pengelola, tingkat hunian mereka yang rendah bukanlah disebabkan oleh kondisi bangunan yang buruk. Tetapi karena tingkat hunian yang rendah, mereka jadi kesulitan untuk mendapatkan dana perawatan gedung yang memadai. Menurut mereka, rendahnya tingkat hunian di rusunawa Tanjung Piayu lebih disebabkan oleh alasan posisinya yang kurang strategis dan juga labelling dari sebagian masyarakat Batam bahwa daerah Tanjung Piayu adalah daerah yang tidak aman dan rawan kriminalitas.

Mekanisme Pengelolaan dan Pembiayaan

Secara umum ada 4 mekanisme kelembagaan pengelolaan rusunawa yang ada di Batam, terkait dengan pemilik atau pihak yang melakukan konstruksi awal, yakni:

  • Swa-kelola, seperti rusunawa Perumnas di Tanjung Piayu.
  • Dihibahkan kepada Pemda atau Pemko, seperti 2 twin blok yang berada di Muka Kuning.
  • Dihibahkan kepada BUMN atau unit kerja khusus dari pemerintah (misalnya BIDA), seperti rusunawa BIDA Kuning, BIDA Ampar dan BIDA Sekupang.
  • Dikelola oleh professional dengan mekanisme kontrak kerja, seperti rusunawa Bumi Lancang Kuning milik Jamsostek di Batu Ampar.

Pola swa-kelola yang diterapkan di rusunawa Perumnas bukanlah dalam arti yang eksklusif ditataran operasional. Swa-kelola yang dimaksud disini adalah dikelola oleh institusi Perumnas itu sendiri. Artinya, kendali pengelolaan tetaplah diarahkan oleh Perumnas pusat di Jakarta. Sehingga, bukan hanya aliran dana saja yang harus disetor ke Kantor pusat Perumnas di Jakarta, sebagian besar staf pengelola pun adalah merupakan tenaga yang ditugaskan dari Jakarta.

Dengan pola seperti ini, mekanisme pembiayaan rusunawa Perumnas pun menjadi sangat konvensional. Karena setiap dana yang masuk harus disetorkan tiap hari, maka praktis tidak ada dana yang tidak tercatat di kantor pusat Perumnas. Sementara untuk pengeluaran berbagai kebutuhan perawatan dan operasional pengelola, unit pengelola lapangan mengajukan anggaran kepada Perumnas setiap tahunnya.

Rusunawa yang dibangun Menpera di kompleks Perumnas

Kontras dengan pola tersebut, jamsostek justru menyerahkan pengelolaan rusunawa miliknya kepada kontraktor professional melalui proses tender. Dengan pola ini, pengelola yang terikat hubungan kontraktual dengan pemilik asset lebih leluasa dalam mengelola cash-flow rusunawa. Pengelola rusunawa Bumi lancing Kuning hanya perlu menyetorkan pemasukan dana dari sewa unit hunian dan unit usaha kepada Jamsostek setiap bulannya, itupun setelah dikurangi dengan berbagai biaya pengeluaran perawatan dan operasional pengelola (kecuali gaji staf).

Sementara untuk mekanisme hibah, baik yang kepada Pemko maupun BIDA, justru lebih fleksibel lagi dalam mengelola pembiayaannya. Seperti misalnya rusunawa kelolaan BIDA, meskipun manajemen (istilah yang digunakan untuk unit pengelola teknis di lokasi rusunawa) harus menyetor dana hasil sewa rusun kepada BIDA namun prosedur tidak terlalu rumit dan jarak antar manajemen dan BIDA tidak terlalu jauh sehingga hal-hal teknis dapat segera dikomunikasikan oleh pelaksana lapangan kepada pengambil kebijakannya. Hal ini tentunya berbeda dengan Jamsostek dan Perumnas yang berkantor pusat di Jakarta.

Lain halnya dengan rusunawa Pemko, sejak resmi disewakan kepada umum, uang sewa rusun masih dipegang oleh bendahara pengelola. Pengelola berkilah bahwa hingga saat ini tidak ada kejelasan tentang status pengelolaan rusunawa tersebut. DPRD sempat mempertanyakan mengenai status dana tersebut, tetapi kemudian belum ada tindak lanjutnya hingga saat ini.

Jika dikaitkan dengan standar pelayanan minimum (SPM), memang dikedua rusunawa ini tidak ada manual khusus yang mengatur SPM kepada para penghuninya. Namun dengan hubungan fungsional yang informal antara penghuni dan pengelola seperti yang ditemui di rusunawa BIDA Kuning, tampaknya urgensi dari manual SPM itu sendiri tampaknya dapat dikesampingkan. Pengelola rusunawa BIDA Kuning menyatakan bahwa mereka menerapkan hubungan kekeluargaan antara pengelola dan penghuni rusunawa. Menurut pengelola tersebut hampir seluruh penghuni rusunawa BIDA Kuning adalah anak muda yang baru lulus sekolah menengah dan baru saja mulai bekerja, sehingga mereka membutuhkan bimbingan.

Pandangan ini kemudian diterjemahkan dalam bentuk aturan tertentu yang sifatnya membatasi perilaku penghuni. Seperti misalnya batasan jam kunjungan bagi tamu penghuni rusun yang perempuan, atau juga keharusan pintu terbuka jika menerima tamu lawan jenis di ruang unit rusun, dan sebagainya. Bagi sebagian penghuni, aturan-aturan ini memang terkesan mengekang ruang gerak dan privasi mereka. Namun pengelola berkilah bahwa hal ini mereka lakukan dalam kerangka memberikan pelayanan untuk menciptakan kenyamanan bagi semua penghuni. Pengelola menambahkan bahwa untuk penghuni yang bersifat kolektif, yang dititipkan oleh perusahaan tertentu, aturan terhadap mereka justru ditetapkan oleh perusahaan masing-masing untuk dilaksanakan oleh pengelola rusunawa.

Dari segi harga sewanya, setiap pengelola menawarkan harga yang cukup variatif berkisar antara Rp 195.000,- hingga Rp 480.000,- per unitnya dengan pembedaan harga setiap lantainya, kecuali rusunawa Perumnas yang menyamaratakan harga sewa setiap lantainya. Namun berbeda dengan rusunawa lainnya, rusunawa kelolaan BIDA menawarkan sewa per orang bukan per unit. Yakni dengan harga antara Rp 85.000,- hingga Rp 115.000,- per orang.

Menurut salah seorang pengelola rusunawa BIDA Kuning, penetapan harga sewa minimal tersebut adalah dengan menggunakan formula 10% dari UMK yang berlaku di Batam, yang saat ini sebesar Rp 860.000,-. Ia menegaskan bahwa dengan formula tersebut, para penghuni yang umumnya buruh kontrak menjadi tidak terbebani secara berlebih untuk memperoleh tempat tinggal yang layak.

Adapun uraian mengenai perbandingan harga sewa dan potensi penerimaan dana sewa yang akan diterima oleh masing-masing pengelola dapat dilihat dalam uraian tabel berikut ini.

Pengelola

Harga sewa (dalam rupiah)

Total

unit/lantai/

twin blok

income / twinblok

Jumlah twin blok

Income/bulan

lantai 1

lantai 2

lantai 3

lantai 4

Pemko

240,000

225,000

210,000

195,000

870,000

20

17,400,000

2

34,800,000

BIDA Kuning

460,000

420,000

380,000

340,000

1,600,000

20

32,000,000

9

288,000,000

BIDA Ampar

460,000

420,000

380,000

340,000

1,600,000

20

32,000,000

4

96,000,000

BIDA Sekupang

460,000

420,000

380,000

340,000

1,600,000

20

32,000,000

3

128,000,000

Kontraktor Jamsostek

480,000

440,000

400,000

360,000

1,680,000

24

40,320,000

6

241,920,000

Perumnas

330,000

330,000

330,000

330,000

1,320,000

24

31,680,000

4

126,720,000

Rata-rata

377,500

353,750

330,000

306,250

1,367,500