Kamis, 09 Agustus 2007

TEKNIK PENDEKATAN MASYARAKAT UNTUK USAHA SOSIALISASI PERLINDUNGAN ANAK

Pengantar

Upaya menyebarluaskan isu perlindungan anak tentunya bukanlah hal yang mudah untuk dilakukan. Hal tersebut disebabkan, bagi sebagian orang isu perlindungan anak adalah merupakan urusan domestik yang seharusnya tidak dicampuri oleh publik yang lebih luas, atau sebut saja komunitas. Jika terjadi pemukulan terhadap anak oleh orang tuanya misalnya, orang tua tersebut akan berang jika ada orang dari luar keluarganya mempertanyakan tindakannya tersebut. Orang tua tersebut merasa bahwa cara-cara dia memperlakukan anaknya adalah sepenuhnya haknya.

Dengan demikian, adalah tindakan konyol jika tiba-tiba ada pihak tertentu yang datang kepada orang tua tersebut dan menjelaskan bahwa tindakannya bertentangan dengan UU tentang perlindungan anak. Demikian pula jika ada upaya pengumpulan data yang terkait dengan isu perlindungan anak melalui rapat warga misalnya, tentunya masyarakat tidak akan merasa nyaman jika dalam rapat itu tiba-tiba dipertanyakan tentang kasus-kasus kekerasan terhadap anak yang ada di lingkungan warga tersebut. Disadari atau tidak, isu perlindungan anak sejauh ini masih merupakan isu yang sensitif bagi sebagian besar masyarakat.

Oleh karena itu, dibutuhkan teknik-teknik khusus untuk mendekati masyarakat yang menjadi titik masuk (entry point) yang membuat sebuah rapat warga menjadi lebih menyenangkan karena tidak langsung ada pretensi bahwa warga tersebut adalah pelaku kekerasan terhadap anak. Pada prinsipnya, teknik-teknik participatory assessment yang telah dikenal dalam pendekatan community development dapat digunakan untuk kebutuhan ini. Berikut ini adalah beberapa teknik yang dapat digunakan oleh petugas / pekerja sosial yang akan melakukan sosialisasi ataupun pendataan yang terkait dengan perlindungan anak melalui rapat atau pertemuan warga.

Teknik Pemetaan Sosial (SOCIAL MAPPING)

Teknik ini adalah teknik yang sudah sangat umum dikenal oleh pihak-pihak yang bekerja dengan masyarat. Ada dua gaya dalam teknik ini, yakni: gaya bebas (free style) dan gaya terarah (guided style). Gaya terarah (guided style) dilakukan apabila fasilitator atau petugas lapangan telah mempersiapkan peta dasar / atau peta buta dari suatu satuan wilayah terkecil (biasanya desa atau kelurahan). Sementara gaya bebas (free style) datang ke suatu rapat warga hanya berbekal selembar kertas plano kosong. Berikut ini langkah-langkah yang dilakukan dalam teknik ini.

Langkah-langkah kerja

  1. Mengundang peserta pertemuan melalui tokoh formal / informal di desa setempat. Pertemuan tersebut sebaiknya dihadiri tidak lebih dari 20 orang, agar jalannya diskusi dapat berjalan efektif. Jika memang banyak narasumber yang kompeten untuk diajak bertemu, maka pertemuan warga itu dapat dibagi-bagi dalam kelompok-kelompok tertentu. Misalnya kelompok ibu-ibu, kolompok petani, kelompok pendidik, dll.
  2. Mempersiapkan bahan-bahan dan alat bantu, diantaranya: kertas plano, spidol warna, makanan ringan, dll.
  3. Bagi yang menggunakan gaya terarah (guided style), gambar peta dasar desa harus sudah digambar ulang di atas kertas plano. Sebaiknya mempersiapkan lebih dari satu peta dasar plano, untuk mengantisipasi terjadinya kesalahan. Sementara yang menggunakan gaya bebas (free style), hanya perlu mempersiapkan beberapa plano kosong saja.
  4. Membuka pertemuan dengan santun dan menjelaskan maksud dan tujuan pertemuan tersebut. Contoh yang paling sederhana adalah: “Ibu dan Bapak sekalian, terima kasih atas kehadiran dalam pertemuan ini. Tujuan kita berkumpul hari ini adalah untuk saling belajar tentang kehidupan Ibu dan Bapak sehari-hari. Kami ingin sekali mengetahui apa yang Ibu dan bapak alami dan kerjakan sehari-hari, dan kami berharap dapat mengambil pelajaran dan mungkin saja jika diizinkan dapat pula menceritakannya kepada orang-orang di tempat lain”. Yakinkan para peserta pertemuan bahwa hasil pertemuan ini tidak akan disalahgunakan untuk tujuan yang salah, melainkan untuk mencari kemanfaatan bersama.
  5. Jangan lupa untuk sebisa mungkin mencairkan suasana sebelum membuka acara pertemuan. Misalnya dengan mengomentari keindahan alam di desa setempat, atau mempertanyakan musim hujan yang terus terjadi di tempat tersebut.
  6. Usahakan pula untuk mengenal karakter sebagian peserta, atau paling tidak identitas peserta pertemuan dan usahakan selalu mengingat dan menyebutkan nama peserta. Hal ini penting agar peserta diskusi merasa nyaman dan dihargai.
  7. Setelah membuka acara, jelaskan kepada peserta pertemuan bahwa agenda kali ini adalah ingin mengidentifikasi kondisi alam (geografis) di desa yang bersangkutan. Kemudian bagi yang menggunakan gaya terarah (guided style), mulailah mengeluarkan kertas plano yang sudah bergambar peta buta desa (hanya bergambar batas desa, jalan utama, dan beberapa landmark alamiah, seperti danau, dll. Usahakan jangan terlalu banyak memberikan landmark agar peluang diskusi lebih terbuka lebar). Kemudian tempatkan peta buta tersebut di tempat yang bisa dilihat oleh semua peserta, boleh di lantai atau sebaiknya direkatkan di dinding. Setelah itu mintalah peserta untuk melengkapi peta tersebut sehingga mendekati kondisi sebenarnya.
  8. Sementara bagi yang menggunakan gaya bebas (free style), mulailah membuat titik (spot) di atas kertas plano yang menunjukkan dimana pertemuan tersebut sedang dilaksanakan. Kemudian mintalah peserta untuk mulai melengkapinya sebagai suatu peta, dimulai dengan menggambarkan jalan di depan tempat pertemuan tersebut, dan langsung menggambarkan jalan-jalan utama desa yang selanjutnya diikuti dengan batas-batas desa dan landmark lainnya.
  9. Kemudian dalam proses melengkapi peta tersebut mulailah melakukan probing terhadap isu-isu yang mungkin berkaitan dengan konteks perlindungan anak. Misalnya ketika peserta menggambarkan sekolah, mulailah untuk menanyakan berapa banyak anak yang sekolah dan yang tidak. Lantas tanyakan pula mengapa ada anak yang tidak sekolah? Apakah orang tua membantu anaknya kalau mengerjakan PR? Apakah orang tua akan marah jika anak tidak sekolah? dll.
  10. Probing tentang isu perlindungan anak juga bisa dilakukan melalui masalah yang lain. Seperti misalnya ketika peserta menggambarkan tentang kebun atau ladang yang banyak di desa tersebut sebagai mata pencaharian utama warga, bisa saja kemudian dipertanyakan jika mereka bekerja di kebun atau di lading seharian, siapakah yang menjaga atau memperhatikan anak di rumah? Apakah orang tua mempercayakan pengasuhan anak-anak mereka kepada tetangga sekitar rumah? dsb.

Teknik PERINGKAT KEMAKMURAN (WEALTH RANKING)

Teknik ini pada prinsipnya juga membantu masyarakat untuk mengenali kondisi kehidupannya dan menegaskan adanya posisi sosial yang berbeda di masyarakat. Pengunaan teknik ini memang relatif lebih sulit daripada teknik pemetaan sosial, karena teknik ini juga akan membahas isu yang sebenarnya juga sensitif yakni masalah kemiskinan. Namun jika dilakukan dengan berhati-hati dan terencana, justru teknik ini akan jauh lebih efektif dalam mengelaborasi isu sensitif lainnya, dalam hal ini adalah isu perlindungan anak.

Langkah-langkah kerja

  1. Sama dengan teknik sebelumnya, hal pertama yang harus dilakukan adalah mengundang peserta pertemuan melalui tokoh formal / informal di desa setempat untuk berkumpul di suatu tempat yag representatif. Representatif artinya nyaman bagi pelaksanaan diskusi (tidak berisik karena berada di samping pasar misalnya, dan juga tidak terlalu banyak pengganggu bagi diskusi) dan juga mudah dijangkau oleh semua peserta.
  2. Mempersiapkan bahan-bahan dan alat bantu, diantaranya: kertas plano, spidol warna, makanan ringan seperti misalnya kacang goreng atau kacang rebus yang nantinya akan digunakan sebagai ukuran proporsi masyarakat desa tersebut, dll.
  3. Membuka pertemuan dengan santun dan menjelaskan maksud dan tujuan pertemuan tersebut. Contoh yang paling sederhana adalah: “Ibu dan Bapak sekalian, terima kasih atas kehadiran dalam pertemuan ini. Tujuan kita berkumpul hari ini adalah untuk saling belajar tentang kehidupan Ibu dan Bapak sehari-hari. Kami ingin sekali mengetahui apa yang Ibu dan bapak alami dan kerjakan sehari-hari, dan kami berharap dapat mengambil pelajaran dan mungkin saja jika diizinkan dapat pula menceritakannya kepada orang-orang di tempat lain”. Yakinkan para peserta pertemuan bahwa hasil pertemuan ini tidak akan disalahgunakan untuk tujuan yang salah, melainkan untuk mencari kemanfaatan bersama.
  4. Mulailah menjelaskan pengkutuban atau polarisasi dalam kehidupan sehari-hari, bahwa ada siang dan malam, ada laki-laki dan perempuan, ada atas dan bawah, dan ada juga kesusahan dan kemudahan. Kemudian masuk ke bagian yang terpenting sebagai titi masuk dengan mengatakan: “ Ibu dan Bapak sekalian, dalam kehidupan kita bermasyarakat tentunya kita juga menemukan adanya orang-orang atau kelompok tertentu yang selalu atau lebih banyak mengalami kesusahan, dan sebaliknya ada pula orang-orang yang selalu mendapat kemudahan dan kesenangan dalam hidupnya”.

1 komentar:

Anonim mengatakan...

gimana kabar mas ABUD? ini adit mahasiswa Kessos Universitas Jember, sudah lama kita tidak komunikasi lewat SMS mas. sepertinya saya mau minta bantuan mas ABUD untuk memberikan masukan untuk skripsiku yang berjalan ini mas. cuma itu saja yang dapat saya sampaikan mas. terima kasih